GegeDbako - Menurut data Disperindag Jawa Timur, produksi tembakau di provinsi ini menyumbang 35 persen kebutuhan tembakau nasional. Madura menjadi wilayah dengan produksi tembakau tertinggi dibanding daerah lain di wilayah bekas jajahan Mataram ini.
Dilansir dari Liputan 6, pada 1980, Guru Besar Universitas Gajah Mada, Profesor Kuntowijoyo mengambil gelar PhD di Universitas Columbia Amerika. Dia lulus dengan disertasi berjudul: "Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940". Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul yang sama.
Lewat buku babon setebal 713 halaman inilah, kita akan menelusuri sejarah tembakau yang oleh orang Madura dijuluki 'daun emas'. Sebab, di masa kejayaan tembakau, tiap selesai panen, dealer- dealer sepeda motor akan kehabisan stok karena diborong orang Madura.
Tembakau di Madura erat kaitannya dengan tebu. Di masa lalu, tebu adalah simbol kapitalisme. Tahun 1870 jadi penanda masuknya kapitalisme di Indonesia. Di tahun itu, Pemerintah Hindia Belanda membuat beberapa peraturan baru yang mengubah Indonesia dari sistem jajahan ala VOC menjadi sebuah jajahan yang bersistem liberal.
Perkebunan yang dulunya dimonopoli pemerintah, kini boleh diusahakan modal-modal swasta. Sistem kerja paksa dan rodi dihapus dan diganti dengan sistem kerja upah secara bebas.
'Mulai sejak itu mengalirlah modal-modal asing ke Indonesia, menggarap pertambangan, perkebunan dan pabrik-pabrik,"
"Walaupun pengusaha- pengusaha perkebunan tidak dapat memiliki tanah, namun mereka dapat dan berhak menyewa dari Pemerintah atau "Bumiputra”. Dan dengan kekuasaan uangnya mereka berhasil memaksa desa-desa menyewakan tanah-tanah desa dan biasanya dengan memberikan premi tertentu kepada kepala-kepala desa,"
"Mulai dari sekitaran Cirebon, Pekalongan, Semarang dan terus ke Solo dan Yogyakarta berhamparan kebun-kebun tebu. Tetapi kehidupan kaum buruh dan tani yang menggerakkan produksi tebu dan pabrik gula itu, kian lama kian buruk," Tulis Soe Hoek Gie dalam 'Di Bawah Lentera Merah'.
Bila merujuk Soe Hoek Gie, maka sejarah tebu di Madura lebih lama dari Jawa. Dokumen-dokumen Belanda menyebut tebu telah masuk ke Madura sejak 1835 atau 35 tahun sebelum tebu meluas di pulau Jawa. Tebu pertama diperkenalkan satu kongsi pengusaha dari Eropa.
Ujicoba penanaman pertama di lahan-lahan milik Kerajaan Pamekasan dengan luas tak lebih dari 400 bau. Bau atau bouw bermakna: garapan dalam bahasa Belanda, adalah satuan hitungan tanah di jaman pemerintahan kolonial. 1 bau setara 0,74 hektar.
Ketika sistem kerajaan di Madura dihapus oleh Hindia Belanda pada 1858, penanaman tebu dilanjutkan oleh pemerintah kolonial dan panennya terus meningkat hingga mencapai 10 ribu pikul pada 1860, sehingga sangat menguntungkan pemerintah regional Madura saat itu.
Maka areal tanaman tebu pun diperluas ke seluruh penjuru pulau, mulai dari Sumenep, Sampang dan Bangkalan. Belanda bahkan sampai membangun pabrik gula di Pamekasan.
Namun, kian lama, produksi tebu di Madura terus menurun bahkan kwalitasnya makin jelek. Di luar persoalan itu, yang baru disadari pemerintah Hindia Belanda, perluasan areal perkebunan tebu telah merusak areal tanaman pangan lain seperti jagung dan padi yang gagal tumbuh karena cadangan air dalam tanah telah diserap habis oleh tebu. Madura sampai dilanda kekeringan parah.
0 Komentar